All Blogger Trick

Kasi Pidum Kejari Lamongan Cabuli Tahanan Hingga Melahirkan?

Martha Indah Sapriani (Beritajatim)
Kasi Pidum Kejari Lamongan Cabuli Tahanan Hingga Melahirkan? Martha Indah Sapriani warga Sidokare Indah Blok O ini mengadu ke Asisten pengawas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Dalam laporannya, perempuan 37 tahun ini mengaku telah dihamili jaksa bernama Hari Soetopo, yang saat ini menjabat sebagai Kasi Pidum Kejari Lamongan.

Marha menceritakan, kejadian tersebut terjadi saat Martha menjadi tahanan di Lapas Delta Sidoarjo dan Hari masih jaksa di Kejari Surabaya. Hingga dia melahirkan bayi laki-laki, saat Martha masih dalam penjara.

Namun, sekeluar dia dari penjara Agustus 2011 lalu, hingga saat ini Martha belum bertemu dengan anaknya, yang menurut dia dibawa oleh Hari Soetopo.

Martha mengaku kalau dia sudah meminta dengan berbagai cara kepada Hari, agar dia dipertemukan dengan anak kandungnya. Namun, hanya diberi janji. Martha juga telah mengadu ke Kejati Jatim. Tapi, sampai saat ini tak juga ada hasil.

"Malah saya difitnah memeras dia (Hari). Padahal, anak yang saya lahirkan itu hasi hubungan saya dengan dia. Anak itu adalah hak saya, karena dia lahir di luar pernikahan," ucap Martha, Jumat (18/11/2011).

Kalau ada yang meragukan, sambung Martha, dia menantang agar dilakukan tes DNA antara bayi itu, dia, dan Hari. "Saya hanya ingin bayi saya," ujarnya.

Martha, kemudian menuturkan peristiwa tersebut. Semua bermula ketika dia ditahan oleh Polres Surabaya Selatan, pada September 2008 silam. Saat itu, Martha jadi tersangka kasus penggelapan di PT ASCO di Jl Nginden.

Pada Januari 2009, kasusnya dilimpahkan ke Kejari Surabaya. Dan, Martha pun dipindah ke Medaeng, setelah kasusnya dilimpahkan ke Kejari Surabaya. Di bulan yang sama, Martha pun mulai menjalankan sidang. "Waktu itu, jaksa yang menyidangkan saya adalah Beni Hermanto. Bukan Hari Soetopo," papar Martha.

Saat disidang di PN Surabaya lah, Martha bertemu dengan Hari Soetopo. Ketika itu, Martha akan disidang di ruang Cakra PN Surabaya. Sebelum sidang digelar, dia dipanggil oleh Hari Soetopo. "Saya diminta duduk di samping Pak Hari. Waktu itu, saya adalah tahanan. Jadi saya manut saja, apalagi yang meminta adalah jaksa. Disitulah awal perkenalan saya dengan Pak Hari," urai Martha.

Perkenalan itu berlanjut. Tiap sidang, Martha selalu ditemani Hari. Hingga pada Maret 2009, Martha divonis 15 bulan penjara. Setelah divonis, Martha dipindah ke Lapas Delta Porong. Saat di penjara, Hari rajin membezuk Martha. "Semua petugas penjara Sidoarjo tahu kalau Pak Hari lah yang selalu membezuk saya di penjara," kata Martha.

Hingga, pada 6 April 2009, mimpi buruk itu terjadi. Martha yang sudah jadi narapidana, dibon oleh Polwiltabes Surabaya (sekarang Polrestabes Surabaya). Katanya, dia jadi tersangka atas laporan lain. "Jadi, istilahnya ada splitan kasus. Saya diperiksa lagi di polwil," kata Martha.

Dia mengaku jika saat itu kalut dan stress, membayangkan harus kembali diproses hukum, sementara satu hukuman belum selesai dijalani. Martha pun mengubungi Hari Soetopo, mengabarkan hal itu. Martha mengakui kalau saat itu dia meminta tolong pada Hari, agar proses hukumnya yang kedua bisa ringan.

Masih 6 April 2009, lewat tengah hari, penyidikannya selesai. Tapi, Martha tak dikembalikan ke Lapas Delta Sidoarjo. Melainkan, diajak keluar oleh Hari. "Saya dibawa check in ke Hotel Ibis. Saya lupa kamarnya. Tapi waktu itu siang hari tanggal 6 April 2009," urai Martha.

Kenapa mau dibawa ke Hotel? "Saya sudah tidak tahu lagi mau apa. Saya takut, kalut, bingung, dan entahlah. Semua campur aduk," kata Martha. Apalagi, sambung dia, saat itu Hari benjanji untuk membantu urusan hukum Martha. Dan, saat itu Martha tidak punya apa-apa untuk diberikan kepada Hari. Akirnya, Martha pasrah ketika disetubuhi Hari di hotel tersebut. "Selesai, kita keluar, dan dibawa Pak Hari ke Cito. Waktu itu sudah pukul 18.00," katanya.

Padahal, seharusnya Martha sudah balik ke Medaeng. Sampai-sampai, petugas Lapas Delta menghubungi penyidik Polwiltabes dan Hari, agar Martha secepatnya dikebalikan ke lapas. "Persetubuhan itu hanya terjadi satu kali. Hanya sekali tanggal 6 April 2009 di Hotel Ibis itu saja. Tapi, bulan berikutnya, saya merasa ada yang lain pada saya," tutur Martha.

Mei 2009, Martha mengaku telat menstruasi. Dia mengabarkan hal itu kepada Hari. Kemudian, Hari datang ke Lapas Delta Sidoarjo, memberikan alat tes kehamilan kepada Martha. Setelah melakukan tes, ternyata Martha positif hamil.

Tak mau hamil dan melahirkan dalam penjara, Martha pun
berusaha menggugurkan kandungannya menggunakan obat. Dan itu diiyakan oleh Hari. "Waktu itu, saya diberi obat sitotex oleh Pak Hari. Nama obatnya dari saya, tapi yang membelikan Pak Hari. Kata teman-teman saya, obat itu bisa menggugurkan kandungan," kata Martha.

Namun, usaha itu gagal. Akhirnya, Martha pun pasrah. Perutnya makin membesar. Dia mengaku kalau setelah dia hamil, Hari mulai menjaga jarak dengannya. Hari, kata Martha, sudah tak lagi rajin membezuknya di penjara. Martha pun mengandung anak di dalam Lapas Delta Sidoarjo.

Dan, menjalani sidang kasus keduanya dalam kondisi perut buncit. "Ini anak dia. Saya di dalam penjara, dan tidak pernah berhubungan dengan siapapun, kecuali denga Pak Hari," tukas Martha.

Hingga, pada 2 Desember 2010, Martha melahirkan bayi laki-laki dengan cara cesar di RSU Sidoarjo. "Biaya persalinan ditanggung oleh lapas. Selama lima hari saya dirawat di RSU Sidoarjo. Sampai pada 7 Desember 2010, saya dikembalikan ke lapas," ingat Martha.

Hanya tiga hari, Martha bisa merawat bayinya di dalam penjara. Ketika bayi yang kemudian diberinya nama Muhammad Akbar itu masih umur 8 hari, dia harus rela berpisah dengan bayinya itu. Sebab, aturan lapas tidak mengijinkan napi mengasuh bayi dalam penjara.

Martha pun merelakan bayinya diasuh oleh temannya yang bernama Jania Rita, yang kos di Jl Prapanca VIII. Penyerahan bayi dari lapas ke Janita, dilakukan 10 Desember 2010, disaksikan oleh pihak lapas dan kuasa hukum Martha, Rommel Limbong. Ketika Akbar diasuk Janita, Hari Soetopo rajin memberikan biaya untuk Akbar. "Pak Hari sering membezuk Akbar di tempat Janita di Jl Prapancan VIII," kata Martha.

Kemudian, pada Januari 2011, Hari mengambil Akbar dari Janita. Dia pamit kepada Martha, kalau Akbar akan dia titipkan ke tempat kerabatnya, untuk diasuh. Martha yang saat itu masih menjaani hukumannya dalam penjara, manut saja. "Saya hanya bisa pasrah, dan mengiyakan saja semua. Waktu itu saya percaya Pak Hari. Tapi, saya tidak tahu, Akbar diasuh siapa dan dibawa kemana. Saya hanya pasrah saja," kata Martha.

Pada Agustus 2011, Martha pun menghirup udara bebas. Dia dibebaskan, setelah menjalani dua hukuman selama 27 bulan. Keluar dari apas Delta Sidoarjo, Martha kos di Jl HOS Cokroaminoto. "Saya dikoskan oleh Pak Hari," ungkap Martha. Seminggu sekali, Hari selalu datang ke tempat kosa Martha. Dan, berhubungan layaknya suami isteri.

"Saya menurut saja, sambil berusaha menanyakan keberadaan Akbar. Tiap selesai melayani Pak Hari, saya selalu minta agar dipertemukan dengan Akbar," ucap Martha. Hari hanya mengatakan kalau Akbar aman di tempat saudaranya di Probolinggo.

Martha pun kesal, dan merasa dipermainkan Hari. Apalagi, Hari tidak menafkahi dia. "Dia (hari) hanya membayarkan kos-kosan saja. Untuk kebutuhan sehari-hari, tidak pernah. Ketika saya minta uang, malah dituduh memeras. Wajarlah saya minta nafkah, dari dia," sergah Martha.

Karena Hari mulai menjaga jarak dan tetap menyembunyikan bayinya, Martha pun mulai mencari sendiri. Dia membuntuti Hari, hingga ke tempat tinggalnya di Jl Tampak Siring. "Pada 5 November, Saya ditemani pengacara saya Rommel Limbong, bertemu dengan isteri dan mertua Hari. Saya ceritakan semuanya, termasuk anak Hari yang saya lahirkan," ungkap Martha. Tapi, Hari berhasil meyakinkan keluarganya, kalau semua yang diucapkan Martha adalah kebohongan.

"Dihadapan saya, isterinya telpon Pak Hari. Dan saya dengar sendiri, Pak Hari mengatakan kalau saya ini disebut sebagai wanita nakal yang hanya ingin memeras dia. Bahwa saya tidak pernah punya bayi," tutur Martha.

Dia pun emosi dan mengaku tak tahan dengan sikap Hari. Martha pun berusaha meminta bayinya melalui atasan Hari Soetopo di Kejari Lamongan. "Saya lapor Kajari Lamongan, Ibu Dyah. Ternyata, meski sesama wanita, Ibu Dyah lebih percaya Hari," ungkit Martha.

Tapi, Martha tak menyerah. Pekan lalu, dia melayangkan surat aduan ke Kejati Jatim. Dia hanya minta pengakuan Hari tentang anaknya yang dia lahirkan. Dan, meminta agar anaknya yang disembunyikan Hari dikembalikan kepadanya.

"Dia, Muhammad Akbar, adalah anak saya. Saya kandung 9 bulan dengan penuh penderitaan dalam penjara. Saya lahirkan saat saya dipenjara. Ketika umurnya 8 hari, Akbar dipisahkan dari saya. Saya hanya minta Pak Hari mengembalikan anak saya," ucap Martha, lirih.

Dia takkan menyerah untuk bisa menemui anaknya. Tak hanya ke Kejati Jatim, Martha juga akan menempuh upaya hukum untuk bisa bertemu dengan Akbar, anaknya, yang saat ini sudah berumur 11 bulan. [cik/kun] (Beritajatim.com)

Update Blog Paling Seru di Malam Hari!

Diberdayakan oleh Blogger.